Kembali lagi dengan mimin Taize Naturality ini. Mimin mau share sesuatu, setelah membaca informasi disalah satu sosial media Katolik, yakni perihal abu.
Tahun 2022 ini awal masa prapaskah akan dimulai nanti sebulan lagi, tepatnya diawal Maret, itu ditandai dengan Rabu Abu, awal tirakatan retret batin sebelum Paskah.
Nah kali ini mimin bukan bahas soal ala² "menghapus jejakmu", seperti yang lagi viral. Tapi soal menghapus abu didahi setelah misa Rabu Abu. Ada yang bilang boleh, ada yang tidak. Sebenarnya bagaimana sih?
Kalau dikeyakinan lain, boleh dan tidak itu benar² ditulis seperti KUHP, jadi ketika tidak dilakukan atau dilakukan ada ganjarannya, urusannya sudah hukum menghukum. Lalu kalau di Katolik bagaimana perihal menghapus abu di dahi ini, samakah seperti KUHP? Tentunya tidak seperti itu, Katolik berbeda.
Secara spesifik Gereja Katolik tidak membuat hukum atau aturan tertulis mengenai berapa lama abu yang diberikan saat misa Rabu Abu berada didahi kita, seharikah, selesai misa bisa langsung dihapuskah, atau habis diberi langsung dihapuskan, atau diawetkan sampai berhari-hari.
Jadi umat Katolik menentukan sendiri (prudence) berapa lama ia menjaga abu di dahinya.
Mempertahankan abu di dahi sepanjang hari sejak misa merupakan tindakan yang dapat membantu mengingatkan umat mengapa abu tersebut ada di dahi. Ini mengingatkan umat untuk lebih merendahkan diri, koreksi diri, merefleksikan diri memasuki awal prapaskah.
Umat Katolik punya cara berbeda merefleksikan suatu simbol, sehingga pasti berbeda dengan umat keyakinan lain. Umat Katolik diajak untuk pintar merefleksikan batin atas iman.
Jadi misalkan habis misa Rabu Abu, lalu pulangnya tiba² kena hujan luntur abunya, ya sudah tidak apa, tidak perlu murung atau stres. Yang penting adalah tanda abu itu sebagai penanda apa sih, itu yang perlu dipahami, melekat diingatan supaya memasuki awal masa prapaskah dengan cara terbaik.
Atau misalkan, sedang bercanda dengan teman, gak sengaja keseka abu didahi lalu jadi ribut atau berantem dengan temannya karena abunya hilang, hmm tidak begitu juga. Kembali lagi makna simbolis abu itu seperti apa.
Asal jangan, alasan 'malu', ada noda didahi, ada abu, menunjukan iman Kristiani Katolik nih, selesai misa langsung diseka karena alasan itu. Nah itu rasanya yang kurang tepat ya. Ini pendapat pribadi mimin ya. Kalau mimin ya kembali kepada tadi, makna sebenarnya pemberian abu itu. Kalau sudah malu dengan imannya sendiri apa masih layak tuh menjadi pengikut Kristus?
Semoga jadi perenungan bersama, sebulan lagi lho persiapan menuju masa prapaskah. Segitu dulu share dari mimin SSDK, ya buat nambah share informasi diblog ini. Berkah dalem, Yesus memberkati kita semua. SSDK
0 Komentar
Tinggalkanlah jejak dengan berkomentar, maka saya akan berkunjung balik.
Jangan lupa difollow ya.
Terima kasih, berkah dalem. GBU