Memahami Sejarahnya Konsili Nikea dari Perjalanan Apostolik Bapa Suci Paus Leo XIV

Umat Katolik seluruh dunia pasti berdoa untuk perjalanan apostolik Bapa Suci Paus Leo XIV ke Turki dan Lebanon, ini menjadi perjalanan apostolik ke luar negeri yang pertama sejak beliau terpilih menjadi penerus Bapa Suci Paus Fransiskus. 

Ada hal menarik dari kunjungannya ini, dimana di sana (Turki 🇹🇷), beliau akan merayakan peringatan 1700 tahun dari Konsili Nicaea atau Konsili Nikea. Sebuah konsili yang kesekian kalinya yang dilakukan Gereja dan juga konsili ekumeme pertama Gereja sebelum pada akhirnya ada skisma² yang membuat Kekristenan menjadi banyak cabangnya.

Ilustrasi, gambar dibantu chatgpt

Tapi kita gak akan bahas soal perpisahan gereja itu, hanya akan membahas soal Konsili Nikea itu apa sih, apa yang terjadi di sana, dan jika dilihat sekarang, ada dimanakah itu Nikea itu? 

Nikea atau Nicea itu adalah nama tempat dimana konsili itu dilaksanakan. Nicea merupakan sebuah kota di wilayah Bitinia. Dahulu wilayah Bitinia ini dikenal sebagai wilayah di barat laut Asia Kecil. Lokasinya berada di tepi Laut Hitam dan Laut Marmara. Dahulu wilayah ini merupakan bagian dari Provinsi Romawi, dikenal dengan sebutan Bithynia et Pontus (digabung dengan wilayah Pontus di sebelah timur). 

Jika dalam Alkitab, nama wilayah ini muncul dalam 1 Petrus 1: 1:
"Dari Petrus, rasul Yesus Kristus, kepada orang-orang pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia,  Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia,"

Saat ini wilayah kota kuno tersebut sudah tidak ada, berganti nama menjadi Iznik, Turki. Tepatnya di wilayah Turki bagian barat laut. Jadi ketika akan merayakan perayaan 1700 tahun Konsili Nikea ini, para pemimpin tertinggi denominasi gereja² yang dulunya atau awalnya satu berkumpul semua di Turki 🇹🇷. 

Gereja melaksanakan konsili di kota kuno ini sebanyak 2x yaitu pada tahun 325 M saat pertama dan kedua pada tahun 787 M, dengan isu pembahasan yang berbeda. 

Perayaan 1700 tahun itu berdasarkan pelaksanaan konsili yang pertama tahun 325, jika dikurangi dari saat ini, 2025 - 325 = 1700 tahun. 

Konsili gereja dilakukan itu untuk bermusyawarah menyelesaikan isu atau masalah tertentu, yang terjadi dalam perkembangan gereja saat itu. Yang digagas oleh para murid Yesus Kristus. Sejak konsili pertama (Konsili Yerusalem), itu menjadi solusi musyawarah untuk menentukan keputusan² atau konsesi bersama atas suatu hal. 

Nah begitupun pada konsili kedua ini, Konsili Nicea tahun 325 M ini pun untuk membahas isu² gereja saat itu, yaitu soal konflik teologis besar yang mengguncang gereja pada abad ke-4  yaitu soal Arianisme. 

Dimana pada masa itu, ada seorang imam atau presbyter senior dari Alexandria yang bernama Arius mempunyai pandangan 'nyeleneh', bahwa "Yesus Kristus bukan Allah sejati yang kekal,  melainkan hanya ciptaan paling mulia dari Allah."

Pandangan ini jelas ditentang oleh mayoritas penerus murid dan rasul saat itu dimana dasar iman akan Kristus tidak seperti itu, justru para penerus murid dan rasul menjadi pewarta hal yang sebaliknya, bahwa Yesus Kristus sehakikat dengan Bapa dan kekal. 

Uskup Alexandria saat itu yang bernama Alexander dan muridnya yang bernama Athanasius sangat menentang pandangan 'nyeleneh' ini. Wajar karena itu berada di wilayah penggembalaan seorang Uskup.

Perselisihan ini menyebabkan ketegangan yang cukup nampak di wilayah Kekaisaran Romawi Timur saat itu. Sampai pada tahun 313 M, Kaisar Konstantinus melegalkan Kekristenan dengan keputusannya yang dikenal 'Edik Milan'. Harapannya gereja bisa tetap bersatu demi kestabilan politik. Melihat ada potensi perpecahan dalam tubuh gereja, sang kaisar menginisiasi pertemuan besar diantara para pemimpin gereja saat itu. 

Maka munculah pertemuan besar itu, pada tahun 325 yang kita kenal dengan Konsili Nicea, disebut begitu karena konsili ini terjadi di kota tersebut. Pertemuan itu dihadiri 318 Uskup dari berbagai wilayah di wilayah Kekaisaran Romawi. 

Para uskup ini adalah mereka yang memimpin jemaat pada masa penindasan dan masa awal² dimana para pengikut Kristus selalu dipersekusi. Banyak dari Uskup yang hadir adalah mereka yang pernah mengalami penyiksaan atas usaha penghabisan para pengikut Kristus. Bahkan ada yang hadir dengan tubuh penuh bekas luka² penyiksaan, sisa² kekejaman terhadap gereja di masa lalu. 

Agenda utamanya adalah membahas, "Siapakah Yesus Kristus? Apakah Dia sehakikat dengan Bapa atau sekedar ciptaan?"

Dimana hasil keputusannya adalah menolak cara pandang Arianisme ini, dan menegaskan dasar teologis yang utama dari semua orang pengikut Kristus adalah Yesus adalah sehakikat dengan Allah Bapa, sifat ke-Ilahian Yesus Kristus benar-benar setara dengan Bapa. 

Selain itu pada konsili ini pun diputuskan sebuah dokumen penting yaitu Pengakuan Iman Nicea (Nicea Creed). Dimana di sini ditegaskan iman gereja terhadap Ke-Ilahian Yesus. 

“Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar, dilahirkan, bukan dijadikan satu hakikat dengan Bapa.”

Credo Nicea pada pertemuan tahun 325 M ini kemudian dipertegas kembali pada Konsili Konstantinopel I tahun 381 M, dan dijadikan sebuah rumusan Credo Nicea-Konstantinopel (381), yang isinya sbb. :

Aku percaya kepada satu Allah,
Bapa yang mahakuasa,
Pencipta langit dan bumi,
dan segala yang kelihatan dan yang tidak kelihatan.

Dan kepada satu Tuhan, Yesus Kristus,
Anak Allah yang tunggal,
yang lahir dari Bapa sebelum segala abad;
Allah dari Allah, Terang dari Terang,
Allah benar dari Allah benar;
diperanakkan, bukan dijadikan,
sehakekat dengan Bapa;
segala sesuatu dijadikan oleh Dia.

Yang untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita,
telah turun dari sorga,
dan menjadi daging oleh Roh Kudus dan dari anak darah Maria,
dan menjadi manusia.

Ia pun disalibkan untuk kita
di bawah pemerintahan Pontius Pilatus;
Ia menderita dan dikuburkan;
dan bangkit pula pada hari ketiga,
sesuai dengan Kitab Suci;

Ia naik ke sorga,
duduk di sebelah kanan Bapa;
dan Ia akan datang kembali dengan kemuliaan
untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati;
kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.

Aku percaya kepada Roh Kudus,
Tuhan yang menghidupkan,
yang keluar dari Bapa (dan Anak – dalam tradisi Barat),
yang bersama-sama dengan Bapa dan Anak
disembah dan dimuliakan;
yang berfirman melalui para nabi.

Dan kepada satu Gereja yang kudus,
am dan rasuli.

Aku mengakui satu baptisan
untuk pengampunan dosa.

Aku menantikan kebangkitan orang-orang mati
dan hidup di dunia yang akan datang. Amin.


Rumusan tersebut tahun 381 M lebih panjang dari rumusan tahun 325 M. Tapi rumusan tahun 381 M itu diakui dan masih dipakai saat ini dihampir semua aliran Kristen arus utama, seperti Katolik, Ortodoks Timur, Anglikan,  Lutheran, dan beberapa Protestan yang lain. 

Ada pula aliran Kristen lain seperti Pentakosta yang mengakui Credo 381 ini namun tidak selalu menggunakan rumusan utuh secara liturgis, hanya isi dan maknanya disesuaikan dengan kebutuhan penyampaikan ke jemaat, namun secara dasar iman sesuai dengan Credo 381 ini. 

Sedangkan ada aliran Pentakosta lain (non-trinitarian) yang menolak paham Tritunggal, dimana baptisannya hanya dalam nama Yesus saja, bukan Bapa, Putera dan Roh Kudus. 

Lalu bagaimana dengan nasib para penganut pandangan Arianisme ini? 

Gereja arus utama saat itu tegas menolak, mengecam, dan menyatakan paham tersebut sesat, serta membuang Arius dari gereja. 

Oh iya, selain dua hal tadi : Penolakan terhadap paham Arianisme dan merumuskan awal Credo Nicea, ada keputusan lain seperti:

⚖️ Penyusunan kanon Paskah, dimana perayaan Paskah tidak lagi mengikuti kalender Yahudi (14 nisan) tapi dirumuskan dengan perhitungan tersendiri. 

⚖️ Menetapkan 20 kanon disiplin gereja. 

⚖️ Memperkuat struktur gereja universal. 


Sedikit membahas diluar ini:
Lalu bagaimana nasib Arianisme? 

Setelah dianggap sesat oleh konsensi gereja dalam Konsili Nicea I (325), tidak lantas paham Arianisme ini hilang begitu saja. Karena masih banyak uskup² yang bersimpati pada Arian (sang pencetus paham atau pandangan ini). Ditambah Kaisar Konstantinus mendukung aliran semi-arianisme ini, hal ini membuat beberapa tokoh gereja yang mendukung Konsili Nicea diasingkan, dan Arianisme ini akhirnya muncul menjadi mayoritas pandangan politik Kekaisaran saat itu. 

Bahkan Arianisme ini sempat mengalami kejayaan pada tahun 340 - 360 M, pada saat pemerintahan Kaisar Konstantinus II (anak dari Kaisar Konstantinus I). 

Barulah pada tahun 381 M, saat diadakannya Konsili Konstantinopel I (381), ajaran Arianisme ini mengalami kemunduran. Dimana saat itu pemerintahan Kekaisaran berada ditangan Kaisar Theodosius I yang sangat pro-Nicea (mendukung hasil Konsili Nicea).Sejak saat inilah Arianisme benar² diusir oleh Gereja dan Kekaisaran. 

Akhirnya ajaran Arianisme ini menyingkir ke wilayah Jerman dan sekitarnya, dianut oleh suku-suku barbar, seperti Visogoth (di wilayah Spanyol), Ostrogoth (di wilayah Italia), Vandal (di wilayah Afrika Utara), Burgundian, dan Lombardian. 

Tapi lama kelamaan aliran  ini punah dengan sendirinya dan suku-suku barbar tersebut kembali ke paham yang benar dan ada yang memang runtuh hilang dengan sendirinya. Sejak saat itulah Arianisme klasik resmi punah. 

Saat ini di jaman modern, muncul neo-Arianisme yang berkembang menjadi ajaran² aliran denominasi Kriste, yang mengaku Kekristenan tapi menolak teologis Kristen  yang utama, seperti Saksi Yehuva dan Christadelpian dan Unitarian berkembang di Polandia 🇵🇱, Transylvania, Inggris 🇬🇧 dan Amerika (di gereja² liberal). 

Maka berhati-hatilah pada denominasi gereja apapun, baik lokal atau interlokal, ketika dia tidak mengajarkan Tritunggal atau bahkan menolak paham ini, bisa dipastikan itu adalah neo-arianisme dan tidak perlu diikuti.


Nah kita kembali ke masa saat ini. Dimana saat ini adalah peringatan ke-1700 tahun Konsili Nicea (325 M). 

Bapa Suci Paus Leo XIV dalam lawatannya ke Turki juga bertemu dengan Patriach Ecumenical Bartolomew I dari KonstNeophytos yang merupakan suksesi apostolik dari rasul Andreas saudara Simon Petrus. 

Mereka juga membacakan Credo Nicea-Konstantinopel bersama juga dengan pemimpin gereja dan komunitas Kristen di reruntuhan Basilika kuno St. Neophytos. 


Ya itu saja yang bisa saya bagikan dan informasikan mengenai kilas balik peringatan 1700 tahun konsili ekumenis pertama, dari peringatan yang kita lihat di Turki beberapa hari ini, kita juga bisa tahu sejarahnya. 

Ingat, Kekristenan tak luput dari namanya sejarah, dimana tokoh per tokoh, tempat per tempat, waktu per waktu, serta kronologis catatan² penting suatu peristiwa tercatat dengan baik dan disaksikan banyak orang, sehingga membuatnya menjadi sumber primer yang tak terbantahkan, bukan dari imajinasi atau modifikasi atau bahkan pewahyuan yang diakui ujug² jatuh dari langit, melainkan dari konsensus bersama menghadapi permasalahan tantangan teologi iman. Tidak dihadapi dengan perang atau pedang seperti saudara bungsu yang lahir abad ke-7. 

Kita akan bahas sejarah lainnya, ya keterkaitan satu dengan yang lainnya supaya terjalin informasi yang utuh soal perjalanan sejarah Kekristenan sejak mula-mula hingga saat ini. 

Tuhan Yesus memberkati, berkah dalem. -cpr

#onedayonepost
#katekese
#budaya
#umum
#konsilinikea
#konsilikonstatinopel
#credonicea
#credoniceakonstantinopel

Posting Komentar

0 Komentar